INVERTING AMPLIFIER

[menuju akhir]

 

1. Pendahuluan (kembali)

Dalam dunia elektronika analog, penguat operasional atau Op-Amp (Operational Amplifier) merupakan salah satu komponen aktif yang sangat serbaguna dan banyak digunakan. Op-Amp memiliki penguatan tegangan yang sangat tinggi dan dapat digunakan dalam berbagai konfigurasi rangkaian, salah satunya adalah Inverting Amplifier.


Inverting Amplifier adalah konfigurasi dasar dari Op-Amp di mana sinyal input diberikan ke terminal inverting (-) dan output akan menghasilkan sinyal yang berlawanan fasa (180°) terhadap input, serta diperkuat sesuai dengan rasio resistor yang digunakan. Konfigurasi ini penting karena memberikan kemampuan penguatan dengan kestabilan tinggi, linearitas yang baik, dan respons frekuensi yang luas.

Penggunaan inverting amplifier banyak ditemukan dalam sistem pengolahan sinyal, sensor, kontrol industri, dan berbagai aplikasi elektronika lainnya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap prinsip kerja dan karakteristik inverting amplifier sangat penting bagi mahasiswa teknik elektro, khususnya dalam memahami dasar perancangan sistem analog.

2. Tujuan (kembali)

1)   Memahami prinsip kerja Inverting Amplifier menggunakan Op-Amp 741.

2) Menganalisis penguatan sinyal lemah dari berbagai jenis sensor menggunakan konfigurasi   inverting amplifier.

3) Menerapkan rangkaian inverting amplifier untuk memperkuat sinyal dari sensor gas, sensor   thermocouple, dan sensor flame.

3. Alat dan Bahan (kembali)

A)   ALAT

1)     OSILOSKOP


2)     MULTIMETER


B)    BAHAN

1)     RESISTOR

2)     DIODA ZENER

3)     GROUND

4)     SENSOR GAS


5)     SENSOR THERMOCOUPLE


6)     SENSOR API


7)     OPA-AMP


 

4. Dasar Teori (kembali)

A)  Op-Amp (Operational Amplifier)   

        Penguat operasional (Operational Amplifier) atau yang biasa disebut dengan op-amp, merupakan penguat elektronika yang banyak digunakan untuk membuat rangkaian detektor, komparator, penguat audio, video, pembangkit sinyal, multivibrator, filter, ADC, DAC, rangkaian penggerak dan berbagai macam rangkaian analog lainnya. Op-amp pada umumnya tersedia dalam bentuk rangkaian terpadu yang memiliki karakteristik mendekati karakteristik penguat operasional ideal tanpa perlu memperhatikan apa yang terdapat di dalamnya. Ada tiga karakteristik utama op-amp ideal, yaitu;

1)   Gain sangat besar (AOL >>). 

Penguatan open loop adalah sangat besar karena feedback-nya tidak ada atau RF = tak  terhingga. 


2)   Impedansi input sangat besar (Zi >>).

Impedansi input adalah sangat besar sehingga arus input ke rangkaian dalam op-amp sangat kecil sehingga tegangan input sepenuhnya dapat dikuatkan. 


3)   Impedansi output sangat kecil (Zo <<). 

   Impedansi output adalah sangat kecil sehingga tegangan output stabil karena tahanan beban lebih besar yang diparalelkan dengan Zo <<.

 Adapun simbol op-amp adalah seperti pada gambar 1

Gambar 1

dimana,

V1 adalah tegangan masukan dari kaki non inverting 

V2 adalah tegangan masukan dari kaki inverting 

Vo adalah tegangan keluaran

sehingga

Adapun tegangan output maksimum yang dapat dihasilkan adalah :

dibawah tegangan sumber +-Vs = +-Vsat

   Tegangan output maksimum secara praktis dihasilkan sekitar 2 Volt dibawah tegangan sumber ±Vs dan disebut juga sebesar tegangan saturasi ±Vsat . Gambar 65 memperlihatkan kurva karakteristik hubungan Vi terhadap Vo untuk rangkaian op-amp dengan tegangan input dihubungkan ke kaki input non inverting (+) dan tegangan 0 Volt (di ground) ke kaki input inverting (-). Sesuai dengan nama input op-amp yaitu apabila input dimasukkan ke kaki non inverting (+) yang artinya tidak membalik maka tegangan output yang dihasilkan adalah sefasa dengan tegangan input. Seperti terlihat pada gambar 112 yaitu saat input Vi bertegangan positif maka output yang dihasilkan juga bertegangan positif dan sebaliknya


    Rangkaian inverting amplifier adalah seperti gambar 113 dimana sesuai dengan namanya yaitu dengan input dimasukkan ke kaki inverting (pembalik) sehingga output akan dibalik atau beda fasa sebesar 180 derajat

    Untuk mencari turunan penguatan tegangan ACL maka rangkaian dimisalkan dahulu dengan input dc positif, seperti gambar 114. Dalam analisa rangkaian amplifier disyaratkan op-amp bekerja ideal sehingga tegangan differensial (selisih tegangan di kaki non inverting terhadap tegangan di kaki inverting) Ed = 0, artinya VA (tegangan di titik A) = 0 sehingga arus yang melewati Ri sama dengan arus yang melewati Rf karena arus yang masuk ke kaki inverting sangat kecil karena sifat op-amp dimana impendasi (Zi) inputnya sangat besar. Adapun rangkaian pengganti untuk menghitung arus I adalah seperti gambar 2

Gambar 2

Gambar 10 Rangkaian inverting amplifier dengan input dc positif

Dari rangkaian gambar 10 dengan Ed = 0 maka VA = 0 sehingga rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti gambar 115 untuk mencari arus

Dengan I = V / R maka dapat dicari ACL untuk gambar 115, yaitu;

Bentuk gelombang tegangan output VO adalah seperti pada gambar 116 dan karakteristik I-O seperti pada gambar 117


B) Resistor

Resistor merupakan komponen penting dan sering dijumpai dalam sirkuit Elektronik. Boleh dikatakan hampir setiap sirkuit Elektronik pasti ada Resistor. Tetapi banyak diantara kita yang bekerja di perusahaan perakitan Elektronik maupun yang menggunakan peralatan Elektronik tersebut tidak mengetahui cara membaca kode warna ataupun kode angka yang ada ditubuh Resistor itu sendiri.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, nilai Resistor yang berbentuk Axial adalah diwakili oleh Warna-warna yang terdapat di tubuh (body) Resistor itu sendiri dalam bentuk Gelang. Umumnya terdapat 4 Gelang di tubuh Resistor, tetapi ada juga yang 5 Gelang.

Gelang warna Emas dan Perak biasanya terletak agak jauh dari gelang warna lainnya sebagai tanda gelang terakhir. Gelang Terakhirnya ini juga merupakan nilai toleransi pada nilai Resistor yang bersangkutan.

Tabel dibawah ini adalah warna-warna yang terdapat di Tubuh Resistor :

TABEL WARNA RESISTOR

Perhitungan untuk Resistor dengan 4 Gelang warna : 

Cara menghitung nilai resistor 4 gelang:

1)   Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)

2)   Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2

3)   Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-3 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)

4)   Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut

Contoh pembacaan 4 gelang warna:

Gelang ke 1 : Coklat = 1

Gelang ke 2 : Hitam = 0

Gelang ke 3 : Merah = 2 nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 100

Gelang ke 4 : Perak = Toleransi 5%

Maka nilai Resistor tersebut adalah 10 * 100 = 1.000 Ohm atau 1Kohm dengan toleransi 5%.

Perhitungan untuk Resistor dengan 5 Gelang warna :

Cara Menghitung Nilai Resistor 5 Gelang Warna:

1)   Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)

2)   Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2

3)   Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-3

4)   Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-4 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)

5)   Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut

Contoh pembacaan 5 gelang warna:

Gelang ke 1 : Merah = 2

Gelang ke 2 : Merah = 2

Gelang ke 3 : Hitam = 0

Gelang ke 4 : Hitam = 0 nol dibelakang angka gelang ke-3; atau kalikan  0

Gelang ke 5 : Emas = Toleransi 5%

Maka nilai Resistor tersebut adalah 220 * 1 = 220 Ohm dengan toleransi 5%.

Contoh-contoh perhitungan lainnya :
Merah, Merah, Merah, Emas → 22 * 10² = 2.200 Ohm atau 2,2 Kilo Ohm dengan 5% toleransi
Kuning, Ungu, Orange, Perak → 47 * 10³ = 47.000 Ohm atau 47 Kilo Ohm dengan 10% toleransi

Cara menghitung Toleransi :

2.200 Ohm dengan Toleransi 5% =

2200 – 5% = 2.090

2200 + 5% = 2.310

ini artinya nilai Resistor tersebut akan berkisar antara 2.090 Ohm ~ 2.310 Ohm

C) Osiloskop 

adalah alat ukur elektronik yang berfungsi untuk memproyeksikan frekuensi dan sinyal listrik dalam bentuk grafik.

1)   Tombol/Sakelar dan Indikator Osiloskop

2)   Tombol Power ON/OFF                     
Tombol Power ON/OFF berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan Osiloskop

3)   Lampu Indikator         
Lampu Indikator berfungsi sebagai Indikasi Osiloskop dalam keadaan ON (lampu Hidup) atau OFF (Lampu Mati)

4)   ROTATION
Rotation pada Osiloskop berfungsi untuk mengatur posisi tampilan garis pada layar agar tetap berada pada posisi horizontal. Untuk mengatur rotation ini, biasanya harus menggunakan obeng untuk memutarnya.

5)   INTENSITY
Intensity digunakan untuk mengatur kecerahan tampilan bentuk gelombang agar mudah dilihat.

6)   FOCUS
Focus digunakan untuk mengatur penampilan bentuk gelombang sehingga tidak kabur

7)   CAL 
CAL digunakan untuk Kalibrasi tegangan peak to peak (VP-P) atau Tegangan puncak ke puncak.

8)   POSITION
Posistion digunakan untuk mengatur posisi Vertikal (masing-masing Saluran/Channel memiliki pengatur POSITION).

9)   INV (INVERT)                                 
Saat tombol INV ditekan, sinyal Input yang bersangkutan akan dibalikan.

10)   Sakelar VOLT/DIV                                 
Sakelar yang digunakan untuk memilih besarnya tegangan per sentimeter (Volt/Div) pada layar Osiloskop. Umumnya, Osiloskop memiliki dua saluran (dual channel) dengan dua Sakelar VOLT/DIV. Biasanya tersedia pilihan 0,01V/Div hingga 20V/Div.

11)   VARIABLE
Fungsi Variable pada Osiloskop adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) arah vertikal pada saluran atau Channel yang bersangkutan. Putaran Maksimum Variable adalah CAL yang berfungsi untuk melakukan kalibrasi Tegangan 1 Volt tepat pada 1cm di Layar Osiloskop.

12)   AC – DC                  
Pilihan AC digunakan untuk mengukur sinyal AC, sinyal input yang mengandung DC akan ditahan/diblokir oleh sebuah Kapasitor. Sedangkan pada pilihan posisi DC maka Input Terminal akan terhubung langsung dengan Penguat yang ada di dalam Osiloskop dan seluruh sinyal input akan ditampilkan pada layar Osiloskop.

13)   GND
Jika tombol GND diaktifkan, maka Terminal INPUT akan terbuka, Input yang bersumber dari penguatan Internal Osiloskop akan ditanahkan (Grounded).

14)   VERTICAL INPUT CH-1   
Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 1 (Channel 1)

15)   VERTICAL INPUT CH-2                 
Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 2 (Channel 2)

16)   Sakelar MODE          
Sakelar MODE pada umumnya terdiri dari 4 pilihan yaitu CH1, CH2, DUAL dan ADD.
CH1=Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 1 (Channel 1).
CH2=Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 2 (Channel 2).
DUAL = Untuk menampilkan bentuk gelombang Saluran 1 (CH1) dan Saluran 2 (CH2) secara bersamaan.                    
ADD = Untuk menjumlahkan kedua masukan saluran/saluran secara aljabar. Hasil penjumlahannya akan menjadi satu gambar bentuk gelombang pada layar.

17)   x10 MAG    
Untuk pembesaran (Magnification) frekuensi hingga 10 kali lipat.

18)   POSITION
Untuk penyetelan tampilan kiri-kanan pada layar.

19)   XY
Pada fungsi XY ini digunakan, Input Saluran 1 akan menjadi Axis X dan Input Saluran 2 akan menjadi Axis Y.

20)   Sakelar TIME/DIV  
Sakelar TIME/DIV digunakan untuk memilih skala besaran waktu dari suatu periode atau per satu kotak cm pada layar Osiloskop.

21)   Tombol CAL (TIME/DIV)  
ini berfungsi untuk kalibrasi TIME/DIV

22)   VARIABLE
Fungsi Variable pada bagian Horizontal adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) TIME/DIV.

23)   GND
GND merupakan Konektor yang dihubungkan ke Ground (Tanah).

24)   Tombol CHOP dan ALT      
CHOP adalah menggunakan potongan dari saluran 1 dan saluran 2.
ALT atau Alternate adalah menggunakan saluran 1 dan saluran 2 secara bergantian.

25)   HOLD OFF 
HOLD OFF untuk mendiamkan gambar pada layar osiloskop.

26)   LEVEL
LEVEL atau TRIGGER LEVEL digunakan untuk mengatur gambar yang diperoleh menjadi diam atau tidak bergerak.

27)   Tombol NORM dan AUTO

28)   Tombol LOCK

29)   Sakelar COUPLING                                
Menunjukan hubungan dengan sinyal searah (DC) atau bolak balik (AC).

30)   Sakelar SOURCE    
Penyesuai pemilihan sinyal.

31)   TRIGGER ALT

32)   SLOPE

33)   EXT
Trigger yang dikendalikan dari rangkaian di luar Osiloskop.

D) Grounding

 adalah suatu sistem penghubung antara bagian dari rangkaian listrik atau perangkat elektronik ke tanah (ground) dengan tujuan untuk menjaga keselamatan serta kestabilan sistem. Ground berfungsi sebagai titik referensi tegangan nol dan sebagai jalur pelepasan arus berlebih atau gangguan, seperti lonjakan tegangan, petir, atau gangguan elektromagnetik.

Dalam konteks rangkaian elektronika, grounding membantu mencegah noise dan interferensi dengan memberikan jalur kembali arus gangguan ke tanah. Sistem ground yang baik sangat penting agar sinyal tidak terganggu dan peralatan dapat bekerja dengan optimal. Ada beberapa jenis grounding, seperti grounding fungsional (fungsi kerja sistem), grounding pelindung (safety), dan grounding sinyal (untuk kestabilan sinyal).

E) Thermocouple


Termokopel atau penulisan bahasa Inggrisnya Thermocouple adalah komponen berupa sensor suhu yang dapat digunakan untuk mengukur temperatur dengan memanfaatkan efek thermo-electric yang dihasilkan dari dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya. Kurang lebih seperti itu pengertian thermocouple.

Efek Thermoelektrik yang diterapkan untuk membuat Termokopel ini pertama dicetuskan Tahun 1821 oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck. Efek tersebut pun dinamakan Efek Seebeck, yaitu Perbedaan Tegangan listrik yang dihasilkan ketika dua logam konduktor diberi perbedaan panas secara gradient.

Termokopel ini cukup populer digunakan. Fungsi termokopel yang mendeteksi suhu membuatnya dibutuhkan di berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik. Diantara kelebihan thermocouple yang membuatnya sangat diminati adalah kecepatan respon komponen ini terhadap perubahan suhu yang cukup tinggi dan juga memiliki rentang suhu operasional yang luas yaitu dari -200˚C hingga 2000˚C.


Prinsip kerja thermocouple

 

Thermocouple bekerja berdasarkan prinsip efek Seebeck, yaitu fenomena di mana tegangan listrik muncul ketika dua logam berbeda disambungkan pada dua titik dengan suhu berbeda. Satu ujung disebut hot junction (sambungan panas) dan satu lagi cold junction (sambungan referensi). Ketika suhu pada hot junction meningkat, akan terjadi perbedaan potensial antara kedua logam, sehingga menghasilkan tegangan listrik sebanding dengan perbedaan suhu.

Tegangan kecil yang dihasilkan ini kemudian diukur dan dikonversi menjadi nilai suhu menggunakan alat ukur atau rangkaian penguat seperti op-amp, karena sinyal dari thermocouple umumnya sangat kecil (dalam milivolt). Thermocouple banyak digunakan karena mampu mengukur suhu tinggi, respon cepat, dan bentuknya sederhana.

 

Prinsip Kerja Thermocouple

Prinsip kerja thermocouple pada bedasarkan pada 3 hukum; Hukum Seebeck, Hukum Peltier, dan Hukum Thomson.

·     Hukum Seebeck

Hukum Seebeck menyatakan bahwa ketika dua metal yang berlainan disatukan dalam dua ujungnya, maka ia akan menimbulkan gaya electromotive (emf). Gaya yang dihasilkan akan berbeda antara metal jenis yang satu dengan jenis lainnya.


·     Hukum Peltier 

Hukum Peltier menyatakan bahwa ketika dua metal yang berlainan jenisnya disatukan, ia akan menghasilkan gaya EMF tergantung dari suhu yang dialami oleh kedua ujung yang disatukan.


·     Hukum ThompsonHukum

   Thompson menyebutkan bahwa ketika dua metal yang berlainan jenisnya disatukan maka ia akan menghasilkan gaya EMF tergantung dari gradien suhu dan panjang konduktor dari dua metal tersebut.     

Dari ketiga hukum tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip kerja thermocouple adalah dengan menyatukan dua metal (kabel) yang memiliki material pembentuk yang berbeda dimana ketika metal ini disatukan di salah satu ujung, ia akan membangkitkan EMF yang dapat disesuaikan dengan standar tergantung dengan jenis metal, suhu yang diterimanya serta panjang metal dari ujung sensor ke alat ukurnya.

 

Jenis-jenis Thermocouple dan Range Ukurnya

Ada banyak jenis thermocouple. Saya hanya akan menyebutkan 3 yang paling umum digunakan.

·                        ·      Type J

     Thermocouple tipe J adalah thermocouple yang paling banyak digunakan di industri petrokimia. Hal ini disebabkan range ukurnya yang pendek dan paling umum yakni di -210 degC  hingga 760 degC. Thermocouple type J sangat cocok digunakan untuk mengukur suhu air, suhu udara normal, suhu atmosfer, suhu low temperature steam, suhu condensate dan sebagainya. Ciri umum kabel thermocouple type J adalah kabel positif berwarna putih dan kabel negatifnya berwarna merah. Bahan pembentuk kabel thermocouple type J adalah Fe (+) dan Cu-Ni (-). Meski begitu, kabel thermocouple type J tidak terlalu bagus untuk mengukur suhu tinggi semacam high temperature steam sebab daya tahan kabelnya tidak bagus jika digunakan untuk suhu tinggi.

·         Type K

Thermocouple type K adalah thermocouple lain yang banyak juga dipakai di industri petrokimia. Biasanya thermocouple jenis ini dipakai untuk mengukur ruang bakar seperti di boiler, reformer, super heater dan high temperature steam. Warna kabel thermocouple type K pada umumnya berwarna kuning untuk kabel positif dan merah untuk kabel negatif dengan range ukur -260 degC sampai 1200 degC. Bahan kabel thermocouple adalah Ni-Cr (+) dan Ni-Al (-)

             

·     Type T

Thermocouple type T biasanya digunakan untuk mengukur suhu yang sangat dingin. Bahan pembuatnya adalah Cu (+) dan Cu-Ni (-). Range ukurnya berkisar -270 degC hingga 370 degC. Warna kabel type T adalah biru - merah.

Untuk ringkasan tabel referensi milivolt temperature dapat dilihat di grafik berikut ini.

Ringkasan batas ukur thermocouple dapat dilihat di tabel berikut in

Berikut ringkasan standar kode warna kabel thermocouple


F) Flame Sensor

Salah satu detektor yang memiliki fungsi terpenting adalah detektor api atau yang biasa disebut dengan Flame Detector yang mampu mengaktifkan alarm bila mendeteksi adanya percikan api yang berisiko menyebabkan bencana kebakaran. Namun, saat memilih Flame Detector, pengguna diharuskan telah benar-benar paham atas prinsip dari alat detektor tersebut dan meninjaunya demi mendapatkan Flame Detector yang sesuai dengan aktivitas di dalam lokasi dan tingkat kebutuhannya, serta bagaimana konsekuensi risiko yang mungkin terjadi.

 

Prinsip Flame Detektor tersebut menggunakan metode optik yang bekerja seperti UV (ultraviolet) dan IR (infrared), pencitraan visual api, serta spektroskopi yang berfungsi untuk mengidentifikasi percikan api atau flame. Reaksi intens bahan yang memicu kebakarfan dapat ditandai dari UV, terlihatnya emisi karbondioksida, dan radiasi dari infrared. Flame Detector juga mampu membedakan antara False Alarm atau peringatan palsu dengan api kebakaran sungguhan melalui komponen sistem yang dirancang dengan fungsi mendeteksi adanya penyerapan cahaya yang terjadi pada gelombang tertentu.

 

Tingkat potensi risiko kebakaran dari setiap jenis bahan semakin meluas mengingat semakin canggihnya teknologi penginderaan api atau teknologi Flame Sensing. Pada umumnya bahan bakar industri yang tergolong mudah terbakar antara lain: bensin, hidrogen, belerang, alkohol, LNG/LPG, minyak tanah, kertas, disel, kayu, jet bahan bakar, tekstil, ethylene, dan pelarut.


G) Sensor Gas MQ2

Sensor MQ-2 adalah sensor yang digunakann untuk mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di udara serta asap dan output membaca sebagai tegangan analog. Sensor gas asap MQ-2 dapat langsung diatur sensitifitasnya dengan memutar trimpotnya. Sensor ini biasa digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas baik di rumah maupun di industri. Gas yang dapat dideteksi diantaranya : LPG, i-butane, propane, methane , alcohol, Hydrogen, smoke. Sensor MQ2 memiliki symbol seperti gambar di bawah ini :


Gambar Simbol Sensor MQ2

 

Grafik Sensifitas Sensor

H) Diode Zener

Dioda Zener adalah jenis dioda khusus yang dirancang untuk beroperasi dalam kondisi bias balik (reverse bias), yaitu ketika tegangan diberikan dari katoda ke anoda. Berbeda dengan dioda biasa yang rusak jika diberikan tegangan balik melebihi batasnya, dioda Zener tetap aman dan menjaga tegangan tetap stabil pada nilai tertentu yang disebut tegangan Zener.

Ketika tegangan balik mencapai nilai tegangan Zener, dioda mulai menghantar arus secara stabil tanpa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, dioda Zener banyak digunakan dalam rangkaian regulator tegangan untuk memberikan tegangan referensi tetap, serta sebagai pelindung terhadap lonjakan tegangan.

Karakteristik penting dari dioda Zener adalah kemampuannya untuk menjaga tegangan tetap konstan meskipun arus berubah-ubah, selama berada dalam batas spesifikasinya.

Kode diode ZeneR

Dioda Zener dapat dibedakan dari dioda biasa dengan kode dan tegangan tembus yang tercetak di atasnya. Kode dioda Zener umumnya dimulai dengan huruf BZX... atau BZY...

Tegangan tembusnya dicetak dengan huruf V sebagai pengganti titik desimal, sebagai contoh kode dioda zener 4V7 artinya memiliki tegangan 4.7 V. Tegangan minimum yang tersedia adalah 2.7V.

Untuk lebih memahami lagi, berikut contoh cara membaca kode dioda zener yang bisa Anda pelajari:

·      Kode 5.1 artinya tegangan = 5.1 Volt

·      Kode 5V1 artinya tegangan = 5.1 Volt

·      Kode 12 artinya tegangan = 12 Volt

·      Kode 12V artinya tegangan = 12 Volt

Selanjutnya bisa Anda simak daftar tabel kode dioda zener yang bisa Anda jadikan referensi:

Karakteristik Dioda Zener I-V

Dioda Zener

Dioda zener digunakan dalam “reverse bias” atau membalikkan modus pemecahan, yaitu dioda anoda terhubung ke catu negatif. Dari kurva karakteristik I-V di atas, kita dapat melihat bahwa dioda zener memiliki daerah dalam karakteristik reverse bias hampir tegangan negatif konstan terlepas dari nilai arus yang mengalir melalui dioda dan tetap hampir konstan bahkan dengan perubahan besar dalam arus sebagai selama arus dioda zener tetap antara arus breakdown IZ(min) dan tingkat arus maksimum IZ(max).        

Kemampuan untuk mengontrol itu sendiri dapat digunakan untuk efek besar untuk mengatur atau menstabilkan sumber tegangan terhadap variasi supply atau beban. Fakta bahwa tegangan melintasi dioda di daerah breakdown hampir konstan ternyata menjadi karakteristik penting dari dioda zener karena dapat digunakan dalam jenis aplikasi pengatur tegangan paling sederhana.

Fungsi Regulator adalah untuk memberikan tegangan output konstan ke beban yang terhubung secara paralel dengan itu terlepas dari riak dalam tegangan supply atau variasi dalam arus beban dan dioda zener akan terus mengatur tegangan hingga arus dioda turun di bawah nilai IZ(min) minimum di wilayah reverse breakdown.

5. Prinsip Kerja [kembali]

Rangkaian proteksi asap dan kebakaran ini bekerja diawali oleh aktifnya tombol sentuh yang mengaktifkan sistem melalui rangkaian inverting amplifier. Setelah sistem aktif, sensor gas MQ-7 akan mendeteksi keberadaan asap. Jika terdeteksi, buzzer dan LED indikator akan menyala sebagai tanda peringatan. Sistem dilengkapi dengan mekanisme latch sehingga tetap aktif meskipun tombol dilepas. Selain itu, flame sensor akan mendeteksi keberadaan api dan memicu buzzer serta motor sebagai respon kebakaran. Relay digunakan untuk mengontrol beban eksternal saat alarm aktif sebagai bagian dari sistem proteksi otomatis.

6. Problem [kembali]

1)  Transistor tidak aktif meskipun sensor dan op-amp sudah menghasilkan output HIGH.
Kemungkinan Penyebab dan Solusi: 
Tegangan output op-amp terlalu kecil (< 0,7 V) sehingga tidak cukup mengaktifkan basis transistor → Solusi: Gunakan op-amp dengan output rail-to-rail atau tambahkan buffer. Basis resistor terlalu besar → Solusi: Kurangi nilai resistor basis untuk memastikan arus basis cukup besar agar transistor aktif.


2)  Sensor Tidak Memberikan Output Sesuai

Masalah: Sensor api selalu output 0 V meskipun ada api.       
Kemungkinan Penyebab dan Solusi: 
Sensor rusak atau tidak mendapatkan tegangan catu → Solusi: Periksa tegangan VCC dan ground sensor. Sensor tidak terkalibrasi dengan benar → Solusi: Sesuaikan sensitivitas sensor dengan potensiometer (jika ada).


3)  Relay Tidak Aktif saat Output Aktif

Masalah: Op-amp HIGH, tapi relay tidak aktif.          
Pemeriksaan: 
Cek transistor driver apakah sudah aktif → Ukur tegangan basis-emitor. Cek kondisi relay → Mungkin kumparan putus.

7. Soal Latihan [kembali]

Sebuah sensor gas MQ-2 menghasilkan tegangan output sebesar 2,5 V saat mendeteksi kebocoran gas. Tegangan referensi pada input pembanding diatur sebesar 2,0 V.
Jawaban: 

Karena tegangan dari sensor (2,5 V) lebih tinggi dari tegangan referensi (2,0 V), maka output op-amp pembanding menjadi HIGH (aktif). Sinyal ini akan mengaktifkan transistor sebagai saklar, yang kemudian mengaktifkan relay untuk memutus aliran listrik pada boiler, serta memberi sinyal ke buzzer atau indikator untuk peringatan dini kebocoran gas.

 

Sensor api mendeteksi adanya nyala api dengan output 0,5 V. Suatu waktu, output sensor turun menjadi 0,1 V, sementara tegangan referensi pembanding adalah 0,3 V.
Jawaban: 

Karena 0,1 V < 0,3 V, maka op-amp pembanding akan menghasilkan output HIGH sebagai sinyal bahwa tidak ada api. Sistem akan menganggap api padam secara tiba-tiba. Maka transistor akan aktif, relay memutus sistem pembakaran, dan buzzer akan menyala sebagai peringatan adanya gangguan api atau potensi kebakaran.

Jelaskan bagaimana peran op-amp sebagai pembanding bekerja dalam sistem ini.
Jawaban: 

Op-amp sebagai pembanding membandingkan sinyal dari sensor (input inverting/non-inverting) dengan tegangan referensi. Jika tegangan sensor melebihi referensi, maka output akan HIGH. Jika tidak, output akan LOW. Ini berguna untuk membuat sistem otomatis dalam mendeteksi kondisi bahaya (seperti gas atau api) berdasarkan tegangan batas (threshold).

8. Percobaan [kembali]

Persiapan Awal

1)       Buka software Proteus dan buka file rangkaian "Aplikasi Proteksi Boiler" yang telah dibuat.

2)     Periksa koneksi rangkaian untuk memastikan semua komponen telah terhubung dengan benar:

a.       Sensor Gas (MQ-2)

b.       Sensor Api (Flame Sensor)

c.       Op-Amp sebagai penguat dan pembanding

d.       Transistor, relay, buzzer, dan indikator LED

3)       Pastikan sumber tegangan (VCC) telah disambungkan ke semua rangkaian (biasanya 5V atau 12V sesuai spesifikasi komponen).

4)       Simpan proyek untuk menghindari kehilangan data jika terjadi kesalahan.

Pengujian Sensor Gas (MQ-2)

5.       Jalankan simulasi dengan mengklik tombol “Run Simulation” di Proteus.

6.  Variasikan tegangan keluaran dari sensor gas (MQ-2) secara manual (misal dengan potensiometer atau pengaturan langsung tegangan).

7.       Perhatikan respon rangkaian:

·     Jika konsentrasi gas rendah → tegangan output MQ-2 < referensi → relay tidak aktif, buzzer mati.

·     Jika konsentrasi gas tinggi → tegangan output MQ-2 > referensi → Op-Amp aktif, transistor mengalirkan arus, relay aktif → buzzer dan LED menyala.

8.       Catat kondisi saat buzzer aktif sebagai indikasi sistem proteksi gas bekerja.

Pengujian Sensor Api (Flame Sensor)

9.   Atur output flame sensor (bisa menggunakan sinyal tegangan input) agar mensimulasikan keberadaan api (tegangan tinggi) dan tidak ada api (tegangan rendah).

10.  Saat tegangan flame sensor tinggi (misalnya 5V) → sistem tidak aktif → relay dan buzzer mati.

11.    Turunkan tegangan flame sensor di bawah nilai referensi (misal < 1V) untuk mensimulasikan kondisi kehilangan api.

12.    Perhatikan perubahan pada output:

       Jika tidak ada api → output pembanding aktif → transistor ON → relay aktif → buzzer dan LED menyala.

13.    Catat hasil respon sistem saat mendeteksi kehilangan api.

Pengujian Gabungan (Kondisi Bahaya Ganda)

14.    Simulasikan kondisi kebocoran gas dan kehilangan api secara bersamaan dengan                  menaikkan output MQ-2 dan menurunkan output flame sensor secara bersamaan.

15.    Amati apakah kedua rangkaian proteksi (gas dan api) aktif secara bersamaan.

16.    Pastikan kedua buzzer dan relay menyala untuk memberi peringatan bahaya ganda.

17.    Setelah itu, kembalikan tegangan output sensor ke kondisi normal (tanpa gas dan api t                  erdeteksi normal), lalu pastikan sistem mati kembali (relay off, buzzer mati).




9. Download File [kembali]

    Rangkaian Simulasi link disini

Download Datasheets resistor klik disini

Download Datasheets Inverting Amplifier klik disini

Download Datasheets Amperemeter klik disini

Download Datasheets Voltmeter klik disini   

Download Datasheets Opamp klik disini  

Download Datasheets Osilloscop klik disini   

Download Datasheets Rilay klik disini   

Donload Datasheet Flame sensor klik disini 

Download library Sensor Flame klik disini 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODUL 1

TUGAS BESAR KONTROL LIFT

DISCRETE TRANSISTOR VOLTAGE REGULATION FIG 15.17 FIG15.18 DAN 15.19